PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman utama pertanian di
Indonesia adalah padi. Padi merupakan tanaman pangan yang menghasilkan beras
sebagai sumber makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada pelita IV
Indonesia pernah menjadi salah satu negara pengeksport beras yaitu dengan
dicapainya swasembada beras. Namun,
saat
ini Indonesia kembali terpuruk menjadi negara pengimport beras. Demikian juga
lahan pertanian yang semakin sempit sebagai salah satu penyebab utamanya (BPPP, 1997a).
Tanaman
padi dapat ditanam di lahan irigasi dan lahan pasang surut. Lahan irigasi dalam
dunia modern telah banyak cara yang dilakukan dan ini telah berlangsung sejak
lama. Pada daerah pasang surut, lahan irigasi sulit dilakukan sehingga dibutuhkan pemanfaatan lahan pasang surut sebagai sumber pertumbuhan ekonomi prospektif di masa mendatang, secara optimal dapat dilakukan melalui penerapan teknologi secara tepat dan terpadu. Namun, sifat lahan yang rapuh seperti pH dan kesuburan tanah yang rendah, adanya lapisan pirit, genangan air yang
berlebih dan peresapan air garam perlu dipertimbangkan (BPPP, 1997b).
Ketersediaan
lahan pasang surut di Indonesia kurang lebih 33 juta hektar yang tersebar di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Dari luasan yang ada tersebut,
sekitar 6 juta hektar diantaranya cukup potensial untuk pengembangan pertanian.
Namun dari luasan 6 juta tersebut hanya 554.000 hektar saja yang cocok untuk
ditanami tanaman padi dengan hasil rata-rata 1.5 ton/ha. Rendahnya
produktivitas padi di lahan pasang surut disebabkan karena tingkat kemasaman
tanah yang tinggi, keracunan zat besi, alumunium, salinitas tinggi serta
kekahatan unsur P dan unsur Zn (Subagyono, dkk. 2001).
Usaha padi di
lahan pasang surut memerlukkan teknik budidaya
tersendiri, karena keadaan tanah dan lingkungan tidak serupa dengan lahan
irigasi. Kesalahan budidaya dapat menyebabkan gagal panen dan dapat pula merusak tanah dan lingkungan.
Pengukuran kualitas tanah merupakan
dasar untuk penilaian keberlanjutan pengelolaan tanah yang dapat diandalkan
untuk masa-masa yang akan dating, karena dapat dipakai sebagai alat untuki
menilai pengaruh pengelolaan lahan. Hingga saat ini banyak dicari
indikator-indikator kualitas tanah yang dapat dipilah yang banyak diterima
pengguna dan mempunyai kehandalan dalam menilai tanah, khususnya pada
tanah-tanah terdegradasi dan terpolusi (Winarso, 2005).
Tujuan Praktek Lapangan
Adapun tujuan dari praktikum lapangan ini adalah untuk
mengetahui kualitas tanah di lahan sawah irigasi dan pasang surut Desa Pematang Lalang KecamatanPercut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
Kegunaan Praktek Lapangan
-
Sebagai
tugas akhir praktikum Kualitas Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
-
Sebagai
bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Kualitas Tanah
Pada than 1994
Soil Science Society of America (SSSA) telah mendefenisikan kualitas tanah
sebagai kemampuan tanah untuk menampilkan fungsi-fungsinya dalam penggunaan
lahan atau ekosistem untuk menopang produktivitas biologi, memperahankan
kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, binatang dan manusia.
Dalam perkembangannya, sebagian masyarakat lebih suka menggunakan istilah
kesehatan tanah dibandingkan kualitas tanah, karena kesehatan tanah lebih
menggambarkan kehidupan dan dinamika kehidupan. Sedangkan kualitas tanah lebih
menggambarkan sifat-sifat kimia, fisika dan biologi tanah (Winarso, 2005).
Tanah-tanah yang srhat atau berkualitas akan menunjukkan
rendahnya atau bahkan tidak adanya polusi tanah, tidak mengalami degradasi,
tanaman tumbuh subur dan sehat serta menghasilkan produk yang aman dikonsumsi
baik oleh manusia maupun hewan, dan akan memberikan keuntungan pada petani
secara berkelanjutan. Kualitas tanah dapat dipandang dengan dua cara yang
berbeda, yaitu: 1) sebagai sifat/ atribut inherent tanah yang dapat digambarkan
dari sifat-sifat tanah atau hasil observasi tidak langsung (seperti kepekaan
terhadap erosi atau pemadatan) atau 2) sebagai kemampuan tanah untuk
menampakkan fungsi-fungsi produktivitas, lingkungan dan kesehatan (Rosmarkam
dan Nasih, 2002).
Parameter
kesuburan tanah standar (pH tanah, kadar bahan organik, N, P, dan K tersedia)
merupakan factor yang sangat penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan
tanaman, produksi tanaman serta fungsi dan keragaman mikroorganisme tanah.
Parameter-parameter tanah tersebut umumnya sangat sensitive terhadap
pengelolaan tanah. Untuk tanah-tanah terpolusi dan terdegradasi,
indicator-indikator tersebut merupakan bagian dari set data minimum dan
indicator kimia tanah (Winarso, 2005).
Lahan Sawah Irigasi
Sumber
air irigasi harus memenuhi kualitas agar tidak berbahaya bagi tanaman yang akan
diairi karena dalam jangka panjang dapat berpengaruh terhadap kualitas hasil atau
produk pertanian. Kualitas air irigasi sangat tergantung dari kandungan sedimen
atau lumpur dan kandungan unsur-unsur kimia dalam air tersebut. Sedimen atau
lumpur dalam air pengairan berpengaruh dalam tekstur tanah, terutama pada tanah
yang bertekstur sedang sampai kasar akan memperlambat permeabilitas penampang
tanah akibat pori-pori tanah terisi atau tersumbat sediment tersebut, dan
menurunkan kesuburan tanah. Sedimen atau lumpur yang mengendap dalam saluran
irigasi akan mengurangi kapasitas pengaliran air dan memerlukan biaya tinggi
untuk membersihkannya (Hakim, dkk, 1986).
Keberadaan
sumberdaya air yang disediakan melalui pembangunan sarana irigasi perlu
ditingkatkan nilai fungsinya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan daya
saing. Konsentrasi kegiatan usahatani dengan jenis kegiatan yang sama dalam
waktu yang bersamaan, seperti kegiatan pengolahan tanah dan panen raya yang
selama ini terjadi dan kurang menguntungkan dapat dihindari (Infotek, 2008).
Fungsi irigasi secara umum antara lain:
• memasok kebutuhan air tanaman menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
• menurunkan suhu tanah
• mengurangi kerusakan akibat frost
• melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah
• memasok kebutuhan air tanaman menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
• menurunkan suhu tanah
• mengurangi kerusakan akibat frost
• melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah
(Subagyono, dkk,
2001).
Lahan Sawah Pasang Surut
Lahan rawa pasang surut adalah suatu wilayah rawa yang
dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut yang secara berkala mengalami
luapan air pasang. Jadi lahan rawa pasang surut dapat dikatakan sebagai lahan
yang memperoleh pengaruh pasang surut air laut atau sungai-sungai sekitarnya.
Bila musim penghujan lahan-lahan ini tergenang air sampai satu meter diatas
permukaan tanah, tetapi bila musim kering bahkan permukaan air tanah menjadi
lebih besar 50 cm dibawah permukaan tanah (Hasibuan, 2008).
Lahan pasang surut dalam keadaan
alamiah merupakan lahan marginal tanah umum yang dijumpai pada lahan rawa pasang surut adalah tanah sulfat
masam potensial dan gambut. Secara umum permasalahan tanah-tanah yang dijumpai
pada lahan rawa pasang surut
adalah ketersedian hara makro yang rendah, kemasaman yang tinggi dan salinitas
yang tinggi sedangkan bila ditinjau dari segi hidrotopografinya lahan tersebut
kurang menguntungkan karena sering terluapi banjir atau tergenang (Noor, 2004).
Bila air pasang masuk
dan menggenangi lahan maka akan terjadi kenaikan pH dan konsentrasi kelarutan
Fe2+ dan Al3+ menurun. Saat surut sekalipun kemungkinan terjadi oksidasi pirit
yang akan berakibat penurunan pH dan toksisitas Fe2+ dan Al3+ akan terbawa oleh
aliran surutnya sungai. Efek pengkayaan mineral, peningkatan pH tanah, serta
pencucian dan sifat netralisasi ion-ion toksik oleh air pasang cukup dominan
dalam perbaikan sifat tanah (Notohadiprawiro, 2000).
Usaha tani padi di lahan sawah pasang surut memerlukan teknik budidaya
tersendiri, karena keadaan tanah dan lingkungannya tidak serupa dengan lahan
sawah irigasi. Kesalahan budidaya dapat menyebabkan gagalnya panen dan dapat
pula merusak tanah dan lingkungan. Lahan pasang surut juga dapat ditanami padi
gogo, tetapi teknik budidayanya berbeda dengan padi sawah. Berdasarkan tipe luapan air, padi sawah dapat
dibudidayakan pada lahan bertipe luapan air A, B, atau C yang telah menjadi
sawah tadah hujan. Lahan yang bertipe luapan air A adalah lahan yang selalu terluapi air, baik pada saat
pasang besar maupun kecil. Tipe B hanya terluapi air pada saat pasang besar
saja. Sedangkan lahan tipe C lahan tidak terluapi air pasang, namun air
tanahnya dangkal (BPPP, 1997a).
Rawa pasang surut merupakan lahan marginal yang memiliki
keragaman kondisi fisik-kimia yang tinggi.permasalahan pada lahan pasang surut
terutama berpangkal adanya lapisan pirit atau bahan sulfidik dan kondisi air
yang berfluktasi akibat pasang surut maupun musim kemarau dan peghujan.
Fluktuasi akan menyebabkan sebagian pirit teroksidasi sehingga pH akan turun
dan kelarutan Fe meningkat .Hal ini menyebabkan P-tersedia tanah rendah dan
berpotensi menyebabkan tanaman kahat P (Hasibuan, 2008).
METODOLOGI
PERCOBAAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan di Desa Pematang
Lalang KecamatanPercut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian tempat + 15 m diatas permukaan laut.
Percobaan dilaksanakan pada hari Minggu, 08 Januari 2012 pukul 11.00 WIB sampai selesai.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada saat praktek di
lapangan adalah tanah sebagai bahan yang akan diuji, plastik sebagai tempat sampel tanah yang akan
di analisis, pereaksi P-1 250 ml, pereaksi P-2 25 ml, pereaksi K-1 120 ml,
pereaksi K-2 15 ml, pereaksi K-3 15 ml, pereaksi pH 1 250 ml, pereaksi pH
2 25 ml, H2O2
30% untuk mengetahui keberadaan pyrit di tanah dan air secukupnya.
Adapun
alat-alat yang digunakan dalam praktek ini adalah cangkul untuk mencangkul
tanah yang akan dikompositkan dan dianalisa, ember sebagai tempat tanah, karung
plastik sebagai tempat tanah, bor tanah sebagai alat untuk pemboran tanah, ring
sampel untuk mengukur bulk density tanah, indikator universal sebagai alat
pengukur pH tanah, meteran sebagai pengukur jarak titik pengambilan sampel
tanah, paddy soil test kit (perangkat uji tanah sawah) sebagai penguji
kadar/kategori hara N, P, K dalam tanah seperti tabung reaksi untuk wadah
sampel yang akan diuji, sendok stainless untuk mengambil bahan, pengaduk dari
kaca untuk mengaduk sampel, rak tabung reaksi untuk wadah tabung, kertas tissue
sebagai pengering, Syringe 2 ml, sikat pembersih untuk membersihkan tabung
reaksi, tabung reaksi sebagai wadah sampel, pisau untuk mengambil contoh tanah,
stopwatch untuk melihat waktu, alat-alat tulis untuk menulis.
Metode
Percobaan
Adapun metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
metode pengeboran dan pengukuran status hara N, P, K dengan Test Kit.
Pelaksanaan Percobaan
Pengeboran
Sebelum contoh tanah diambil perlu
diperhatikan keseragaman areal dan intensitas pengelolaan lahan yang dimintakan
rekomendasinya, misalnya keadaan kemiringan lahan, tekstur dan warna tanah,
drainase dan kondisi tanaman. Contoh tanah diambil pada kedua lahan sawah yaitu
lahan sawah irigasi dan pasang surut masing-masing mewakili 2 contoh tanah.
Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm dari permukaan tanah.
Alat yang digunakan dalam pengambilan contoh tanah adalah bor tanah, kemudian
dimasukkan ke dalam ember semua contoh tanah tersebut.
Pengukuran Status Hara N, P, K dengan Test kit
1)
Penetapan
status N tanah
-
Contoh
tanah uji sebanyak ½ sendok spatula
contoh tanah uji atau 0,5 cm tanah yang diambil dengan syringe (spet)
dimasukkan dalam tabung reaksi atau jumlah tanah sebanyak garis 0,5 ml yang
tertera pada tabung reaksi
-
Tambahkan
2 ml pereaksi N-1, kemudian diaduk rata sampai homogen dengan pengaduk kaca
-
Tambahkan
2 ml pereaksi N-2, dikocok sampai rata
-
Tambahkan
3 tetes pereaksi N-3, dikocok sampai rata
-
Diamkan
10 menit
-
Bandingkan
warna yang muncul pada larutan jernih dipermukaan tanah dengan bagan warna
N-tanah dan baca status hara N- tanah
2)
Penetapan
status P tanah
-
Contoh
tanah uji sebanyak ½ sendok spatula
contoh tanah uji atau 0,5 cm tanah yang diambil dengan syringe (spet)
dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau jumlah tanah sebanyak garis 0,5 ml yang
terteta pada tabung reaksi
-
Tambahkan
3 ml Pereaksi P-1, kemudian diaduk sampai merata dengan pengaduk kaca
-
Tambahkan
5- 10 butir atau seujung spatula pereaksi P-2, dikocok 1 menit
-
Diamkan
selama 10 menit
-
Bandingkan
warna biru yang muncul dari larutan jernih dipermukaan tanah dengan bagan warna
P tanah
3)
Penetapan
K tanah
-
Contoh
tanah uji sebanyak ½ sendok spatula atau 0,5 cm yang diambil dengan syringe
(spet) dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau jumlah tanah sebanyak garis 0,5
ml yang tertera pada tabung reaksi
-
Tambahkan
2 ml pereaksi K-1 , kemudian diaduk hingga merata dengan pengaduk kaca
-
Tambahkan
1 tetes Pereaksi K-2, lalu dikocok selama 1 menit
-
Tambahkan
1 tetes pereaksi K-3, lalu dikocok sampai rata
-
Diamkan
selama 10 menit
-
Bandingkan
warna kuning yang muncul pada larutan jernih di permukaan tanah dengan bagan
warna K tanah
Parameter yang Diamati
1. Sifat Kimia
Tanah
- pH
- Pyrit
- Nitrogen
- Fosfor
- Kalium
- DHL (Daya Hantar Listrik)
2. Sifat
Fisika Tanah
·
Tekstur
·
Drainase
·
Bulk
density
·
Sumber
Air
3. Sifat Biologi Tanah
- Cacing Tanah
- Vegetasi
4. Produksi
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
No
|
Parameter
yang diamati
|
Hasil
|
|
Kedalaman
0-30 cm
|
Kedalaman
30-60 cm
|
||
Sifat
Kimia Tanah
|
|||
1
|
pH
|
7
|
7
|
2
|
Pyrit
|
Tidak
ada
|
Ada
|
3
|
Nitrogen
|
Rendah
|
Rendah
|
4
|
Fosfor
|
Sedang
|
Sedang
|
5
|
Kalium
|
Tinggi
|
Sedang
|
6
|
Daya
Hantar Listrik
|
0.43
mmhos/cm
|
0.22
mmhos/cm
|
Sifat
Fisika Tanah
|
|||
7
|
Tekstur
Tanah
|
Liat
berpasir
|
Liat
|
8
|
Drainase
|
Buruk
|
Buruk
|
9
|
Bulk
Density
|
0.75
g/cc
|
0.83
g/cc
|
10
|
Sumber
Air
|
Air
hujan
|
Air
hujan
|
Sifat
Biologi Tanah
|
|||
11
|
Cacing
Tanah
|
Ada
|
Ada
|
12
|
Vegetasi
|
Padi
(Oryza sativa)
|
Padi
(Oryza sativa)
|
Faktor
Lain
|
|||
13
|
Produksi
|
4 ton/ha
|
Tabel
1. Data Hasil Parameter yang diamati pada Lahan Sawah Pasang Surut Pada
Kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm
No
|
Parameter yang diamati
|
Hasil
|
|
Kedalaman
0-30 cm
|
Kedalaman
30-60 cm
|
||
Sifat
Kimia Tanah
|
|||
1
|
pH
|
7
|
6
|
2
|
Pyrit
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
3
|
Nitrogen
|
Rendah
|
Rendah
|
4
|
Fosfor
|
Sedang
|
Sedang
|
5
|
Kalium
|
Sedang
|
Tinggi
|
6
|
Daya
Hantar Listrik
|
0.51
mmhos/cm
|
0.25
mmhos/cm
|
Sifat
Fisika Tanah
|
|||
7
|
Tekstur
Tanah
|
Liat
berpasir
|
Liat
|
8
|
Drainase
|
Buruk
|
Buruk
|
9
|
Bulk
Density
|
0.81
g/cc
|
0.86
g/cc
|
12
|
Sumber
Air
|
Air
sungai (irigasi)
|
Air
sungai (irigasi)
|
Sifat
Biologi Tanah
|
|||
10
|
Cacing
Tanah
|
Tidak
Ada
|
Tidak
Ada
|
11
|
Vegetasi
|
Padi
(Oryza sativa)
|
Padi
(Oryza sativa)
|
Faktor
Lain
|
|||
13
|
Produksi
|
6.25 ton/ha
|
Tabel 2. Data Hasil Parameter
yang diamati pada Lahan Sawah Irigasi Pada Kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm
Pembahasan
Dari
hasil analisis di lapangan pada daerah irigasi memiliki pH 7 (0-30 cm) dan 6
(30-60 cm). Ini menunjukkan bahwa daerah irigasi memiliki pH yang agak netral.
Hal ini disebabkan karena pada daerah irigasi terjadi penggenangan. Pada daerah
pasang surut memiliki pH 6-7 juga ( netral). Hal ini disebabkan pada daerah ini
sering terjadi hujan dan kondisi saluran drainase pada lahan pasang surut yaitu
buruk sehingga terjadi penggenangan juga pada lahan pasang surut ini sehingga
pH dalam keadaan netral. Hal ini sesuai dengan literature Damanik, dkk (2011)
yang menyatakan bahwa penggenangan dapat menetralkan tanah dimana tanah masam
akan dinaikkan pHnya dan tanah basa akan diturunkan pHnya.
Pada pengamatan sampel
tanah yang diambil di lapangan didapat bahwa tanah sawah di Desa Pematang
Lalang Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada lahan sawah pasang
surut dan pada lahan sawah irigasi mempunyai tekstur tanah yang pada kedalaman
0-30 cm yaitu liat berpasir dan pada kedalaman 30-60 cm yaitu liat. Hal ini
disebabkan karena terjadinya penggenangan pada lahan sawah pasang surut dan
lahan sawah irigasi sehingga hanya tekstur liat yang berada di kedua lahan
sawah ini yaitu pada kedalaman 30-60. Sedangkan pada kedalaman 0-30 cm yaitu
tekstur liat berpasir yang ada, ini disebabkan adanya pengaruh air laut
disekitar daerah tersebut dimana kita ketahui daerah tersebut dekat dengan
daerah laut, sehingga ada campuran pasir pada liatnya.
Dari hasil pengamatan pada lahan
irigasi di Desa Pematang Lalang Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang cocok untuk ditanami tanaman padi sawah. Hal ini
dikarenakan hasil yang diperoleh terhadap beberapa parameter yang diamati.
Misalnya, pada lahan tersebut memiliki pH 6 (netral), kadar hara kalium yang sedang-tinggi, dan nilai DHL yang rendah yakni 0.51 mmhos/cm dan 0.25 mmhos/cm (Tabel 2). Kadar kalium yang tinggi barang kali diperoleh dari
hasil perombakan sisa jerami padi yang menyediakan sumber hara kalium bagi
tanah. Sedangkan nilai DHL yang rendah dikarenakan pada lahan tersebut tidak
mendapat pengaruh dari instrupsi pasang surut air laut.
Dari
hasil pengamatan pada lahan pasang surut di Desa Pematang Lalang
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang kurang cocok untuk
ditanami tanaman padi sawah. Hal ini dikarenakan hasil yang diperoleh terhadap
beberapa parameter yang diamati. Misalnya, pada lahan tersebut memiliki lapisan
pirit pada kedalaman 30-60 cm yang apabila teroksidasi dapat mengasamkan tanah,
kadar hara nitrogen yang
rendah dan fosfor yang sedang, serta drainase buruk (Tabel 1). Namun begitu hal-hal tersebut dapat diatasi,
seperti defisiensi hara yang dapat diatasi dengan cara pemupukan. Hal ini
sesuai dengan literatur BPPP (1997a) yang menyatakan bahwa sifat lahan pasang
surut yang rapuh seperti pH dan kesuburan tanah yang rendah, adanya lapisan
pirit, genangan air yang berlebihan dan peresapan air garam perlu
dipertimbangkan.
Dari
hasil pengamatan nilai DHL pada lahan sawah irigasi lebih rendah dari pada
lahan sawah pasang surut. Hal ini dikarenakan pada lahan sawah pasang surut
dipengaruhi oleh instrupsi air laut. Yakni pada lahan sawah irigasi nilai DHL
nya 0,22 mmhos/cm (30-60 cm) lebih rendah dari pada lahan sawah pasang surut yang
nilai DHL nya 0,25 mmhos/cm (30-60 cm). Hal ini sesuai dengan
literatur Hasibuan (2008) yang menyatakan bahwa
lahan rawa pasang surut adalah suatu wilayah rawa yang dipengaruhi oleh gerakan
pasang surut air laut yang secara berkala mengalami luapan air pasang. Jadi
lahan rawa pasang surut dapat dikatakan sebagai lahan yang memperoleh pengaruh
pasang surut air laut atau sungai-sungai sekitarnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sampel tanah sawah
pasang surut yang diambil pada kedalaman 30-60 cm terdapat lapisan pirit. Hal
ini berati tanah tersebut sudah terakumulasi dari garam-garam (intruisi) garam
laut dan tanah teroksidasi dengan oksigen. Adanya lapisan pirit akan
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang menurun karena menyebabkan
terbentuknya Fe dan H2S yang meracuni tanaman. Pirit adalah zat yang
hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk pada
waktu lahan digenangi air laut yang masuk pada musim kemarau. Pada saat kondisi
lahan basah atau tergenang pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi,
bila terkena udara (teroksidasi), pirit berubah menjadi zat besi dari zat asam
belerang yang dapat meracuni tanaman.
Dari hasil pengamatan diketahui
kualitas tanah pada lahan irigasi lebih baik dari pada lahan pasang surut untuk
ditanami tanaman padi sawah. Hal ini dapat dilihat dari produksinya. Pada lahan
irigasi produksi dapat mencapai
6.25 ton/ha sedangkan pada lahan pasang
surut hanya mencapai 4 ton/ha.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
- Dari hasil pengamatan praktek lapangan di Desa Pematang Lalang Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang diketahui kualitas tanah pada lahan irigasi lebih baik dari pada lahan pasang surut.
- Produksi beras pada lahan irigasi lebih besar dari pada lahan pasang surut.
- Pada lahan pasang surut mempunyai lapisan pirit pada kedalaman 30-60 cm yang apabila teroksidasi dapat mengasamkan tanah.
- Pada lahan irigasi dan lahan pasang surut memiliki kriteria nilai DHL yang rendah.
Saran
Agar praktikan lebih teliti lagi pada saat menggunakan
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anastaciaintan, 2009. Sifat Tanah Statis dan
Dinamis Sebagai Penentu Kualitas Tanah. http://SifatTanahStatisDinamisSebagaiPenentuKualitasTanah.html.
Diakses pada tanggal 17 Januari 2012
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1997a. Budidaya Padi Sawah di Lahan Pasang
Surut, ISDP
----------------------------------------------------------,
1997b. Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut, ISDP
Hakim,
N., Nyakpa., A. M. Diha., M. R. Soul., H. H. Bailey., dan G. B. Hong.
1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.
Hasibuan, B. E. 2008. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan
Marginal. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Infotek,
2008. Pola Tanam Berantai Lahan Sawah Irigasi Mendukung Prima Tani Sumatera
Selatan.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa.
Rajawali Press, Jakarta.
Notohadiprawiro,
T. 2000. Tanah dan Lingkungan. Pusat Studi Sumber Daya Lahan. UGM, Yogyakarta.
Rosmarkam, A. dan Nasih, W. Y. 2002. Ilmu Kesuburan
Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Subagyono,
K., A. Dariah., E. Surmaini dan U. Kurnia. 2001. Lahan Sawah dan Teknologi
Pengelolaannya. Diusulkan dalam satu bab Pengelolaan Air pada Tanah Sawah.
Winarso,
S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Penerbit Gava
Media. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar