Rabu, 25 Januari 2012

PRAKTEK KUALITAS TANAH DI LAHAN SAWAH IRIGASI DAN PASANG SURUT DESA PEMATANG LALANG KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG


PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Tanaman utama pertanian di Indonesia adalah padi. Padi merupakan tanaman pangan yang menghasilkan beras sebagai sumber makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada pelita IV Indonesia pernah menjadi salah satu negara pengeksport beras yaitu dengan dicapainya swasembada beras. Namun, saat ini Indonesia kembali terpuruk menjadi negara pengimport beras. Demikian juga lahan pertanian yang semakin sempit sebagai salah satu penyebab utamanya (BPPP, 1997a).
            Tanaman padi dapat ditanam di lahan irigasi dan lahan pasang surut. Lahan irigasi dalam dunia modern telah banyak cara yang dilakukan dan ini telah berlangsung sejak lama. Pada daerah pasang surut, lahan irigasi sulit dilakukan sehingga dibutuhkan pemanfaatan lahan pasang surut sebagai sumber pertumbuhan ekonomi prospektif di masa mendatang, secara optimal dapat dilakukan melalui penerapan teknologi secara tepat dan terpadu. Namun, sifat lahan yang rapuh seperti pH dan kesuburan tanah yang rendah, adanya lapisan pirit, genangan air yang berlebih dan peresapan air garam perlu dipertimbangkan (BPPP, 1997b).
            Ketersediaan lahan pasang surut di Indonesia kurang lebih 33 juta hektar yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Dari luasan yang ada tersebut, sekitar 6 juta hektar diantaranya cukup potensial untuk pengembangan pertanian. Namun dari luasan 6 juta tersebut hanya 554.000 hektar saja yang cocok untuk ditanami tanaman padi dengan hasil rata-rata 1.5 ton/ha. Rendahnya produktivitas padi di lahan pasang surut disebabkan karena tingkat kemasaman tanah yang tinggi, keracunan zat besi, alumunium, salinitas tinggi serta kekahatan unsur P dan unsur Zn  (Subagyono, dkk. 2001).
Usaha padi di lahan pasang surut memerlukkan teknik budidaya tersendiri, karena keadaan tanah dan lingkungan tidak serupa dengan lahan irigasi. Kesalahan budidaya dapat menyebabkan gagal panen dan dapat pula merusak tanah dan lingkungan.
            Pengukuran kualitas tanah merupakan dasar untuk penilaian keberlanjutan pengelolaan tanah yang dapat diandalkan untuk masa-masa yang akan dating, karena dapat dipakai sebagai alat untuki menilai pengaruh pengelolaan lahan. Hingga saat ini banyak dicari indikator-indikator kualitas tanah yang dapat dipilah yang banyak diterima pengguna dan mempunyai kehandalan dalam menilai tanah, khususnya pada tanah-tanah terdegradasi dan terpolusi (Winarso, 2005).                                  

Tujuan Praktek Lapangan
            Adapun tujuan dari praktikum lapangan ini adalah untuk mengetahui kualitas tanah di lahan sawah irigasi dan pasang surut Desa Pematang Lalang KecamatanPercut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

Kegunaan Praktek Lapangan
-          Sebagai tugas akhir praktikum Kualitas Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-          Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas Tanah

            Pada than 1994 Soil Science Society of America (SSSA) telah mendefenisikan kualitas tanah sebagai kemampuan tanah untuk menampilkan fungsi-fungsinya dalam penggunaan lahan atau ekosistem untuk menopang produktivitas biologi, memperahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, binatang dan manusia. Dalam perkembangannya, sebagian masyarakat lebih suka menggunakan istilah kesehatan tanah dibandingkan kualitas tanah, karena kesehatan tanah lebih menggambarkan kehidupan dan dinamika kehidupan. Sedangkan kualitas tanah lebih menggambarkan sifat-sifat kimia, fisika dan biologi tanah (Winarso, 2005).
            Tanah-tanah yang srhat atau berkualitas akan menunjukkan rendahnya atau bahkan tidak adanya polusi tanah, tidak mengalami degradasi, tanaman tumbuh subur dan sehat serta menghasilkan produk yang aman dikonsumsi baik oleh manusia maupun hewan, dan akan memberikan keuntungan pada petani secara berkelanjutan. Kualitas tanah dapat dipandang dengan dua cara yang berbeda, yaitu: 1) sebagai sifat/ atribut inherent tanah yang dapat digambarkan dari sifat-sifat tanah atau hasil observasi tidak langsung (seperti kepekaan terhadap erosi atau pemadatan) atau 2) sebagai kemampuan tanah untuk menampakkan fungsi-fungsi produktivitas, lingkungan dan kesehatan (Rosmarkam dan Nasih, 2002).
            Parameter kesuburan tanah standar (pH tanah, kadar bahan organik, N, P, dan K tersedia) merupakan factor yang sangat penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, produksi tanaman serta fungsi dan keragaman mikroorganisme tanah. Parameter-parameter tanah tersebut umumnya sangat sensitive terhadap pengelolaan tanah. Untuk tanah-tanah terpolusi dan terdegradasi, indicator-indikator tersebut merupakan bagian dari set data minimum dan indicator kimia tanah (Winarso, 2005).

Lahan Sawah Irigasi
Sumber air irigasi harus memenuhi kualitas agar tidak berbahaya bagi tanaman yang akan diairi karena dalam jangka panjang dapat berpengaruh terhadap kualitas hasil atau produk pertanian. Kualitas air irigasi sangat tergantung dari kandungan sedimen atau lumpur dan kandungan unsur-unsur kimia dalam air tersebut. Sedimen atau lumpur dalam air pengairan berpengaruh dalam tekstur tanah, terutama pada tanah yang bertekstur sedang sampai kasar akan memperlambat permeabilitas penampang tanah akibat pori-pori tanah terisi atau tersumbat sediment tersebut, dan menurunkan kesuburan tanah. Sedimen atau lumpur yang mengendap dalam saluran irigasi akan mengurangi kapasitas pengaliran air dan memerlukan biaya tinggi untuk membersihkannya  (Hakim, dkk, 1986).
Keberadaan sumberdaya air yang disediakan melalui pembangunan sarana irigasi perlu ditingkatkan nilai fungsinya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing. Konsentrasi kegiatan usahatani dengan jenis kegiatan yang sama dalam waktu yang bersamaan, seperti kegiatan pengolahan tanah dan panen raya yang selama ini terjadi dan kurang menguntungkan dapat dihindari (Infotek, 2008).
Fungsi irigasi secara umum antara lain:
• memasok kebutuhan air tanaman menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
• menurunkan suhu tanah
• mengurangi kerusakan akibat frost
• melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah
(Subagyono, dkk, 2001).
Lahan Sawah Pasang Surut
Lahan rawa pasang surut adalah suatu wilayah rawa yang dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut yang secara berkala mengalami luapan air pasang. Jadi lahan rawa pasang surut dapat dikatakan sebagai lahan yang memperoleh pengaruh pasang surut air laut atau sungai-sungai sekitarnya. Bila musim penghujan lahan-lahan ini tergenang air sampai satu meter diatas permukaan tanah, tetapi bila musim kering bahkan permukaan air tanah menjadi lebih besar 50 cm dibawah permukaan tanah (Hasibuan, 2008).
Lahan pasang surut dalam keadaan alamiah merupakan lahan marginal tanah umum yang dijumpai pada lahan rawa pasang surut adalah tanah sulfat masam potensial dan gambut. Secara umum permasalahan tanah-tanah yang dijumpai pada lahan rawa pasang surut adalah ketersedian hara makro yang rendah, kemasaman yang tinggi dan salinitas yang tinggi sedangkan bila ditinjau dari segi hidrotopografinya lahan tersebut kurang menguntungkan karena sering terluapi banjir atau tergenang (Noor, 2004).
Bila air pasang masuk dan menggenangi lahan maka akan terjadi kenaikan pH dan konsentrasi kelarutan Fe2+ dan Al3+ menurun. Saat surut sekalipun kemungkinan terjadi oksidasi pirit yang akan berakibat penurunan pH dan toksisitas Fe2+ dan Al3+ akan terbawa oleh aliran surutnya sungai. Efek pengkayaan mineral, peningkatan pH tanah, serta pencucian dan sifat netralisasi ion-ion toksik oleh air pasang cukup dominan dalam perbaikan sifat tanah (Notohadiprawiro, 2000).
Usaha tani padi di lahan sawah pasang surut memerlukan teknik budidaya tersendiri, karena keadaan tanah dan lingkungannya tidak serupa dengan lahan sawah irigasi. Kesalahan budidaya dapat menyebabkan gagalnya panen dan dapat pula merusak tanah dan lingkungan. Lahan pasang surut juga dapat ditanami padi gogo, tetapi teknik budidayanya berbeda dengan padi sawah. Berdasarkan tipe luapan air, padi sawah dapat dibudidayakan pada lahan bertipe luapan air A, B, atau C yang telah menjadi sawah tadah hujan. Lahan yang bertipe luapan air A adalah lahan yang selalu terluapi air, baik pada saat pasang besar maupun kecil. Tipe B hanya terluapi air pada saat pasang besar saja. Sedangkan lahan tipe C lahan tidak terluapi air pasang, namun air tanahnya dangkal (BPPP, 1997a).
Rawa pasang surut merupakan lahan marginal yang memiliki keragaman kondisi fisik-kimia yang tinggi.permasalahan pada lahan pasang surut terutama berpangkal adanya lapisan pirit atau bahan sulfidik dan kondisi air yang berfluktasi akibat pasang surut maupun musim kemarau dan peghujan. Fluktuasi akan menyebabkan sebagian pirit teroksidasi sehingga pH akan turun dan kelarutan Fe meningkat .Hal ini menyebabkan P-tersedia tanah rendah dan berpotensi menyebabkan tanaman kahat P (Hasibuan, 2008).


METODOLOGI PERCOBAAN

Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan di Desa Pematang Lalang KecamatanPercut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian tempat  + 15 m diatas permukaan laut. Percobaan dilaksanakan pada hari Minggu, 08 Januari 2012  pukul 11.00 WIB sampai selesai.

Bahan dan Alat
            Adapun bahan-bahan yang digunakan pada saat praktek di lapangan adalah tanah sebagai bahan yang akan diuji,  plastik sebagai tempat sampel tanah yang akan di analisis, pereaksi P-1 250 ml, pereaksi P-2 25 ml, pereaksi K-1 120 ml, pereaksi K-2 15 ml, pereaksi K-3 15 ml, pereaksi pH 1 250 ml, pereaksi pH 2 25 ml, H2O2 30% untuk mengetahui keberadaan pyrit di tanah dan air secukupnya.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktek ini adalah cangkul untuk mencangkul tanah yang akan dikompositkan dan dianalisa, ember sebagai tempat tanah, karung plastik sebagai tempat tanah, bor tanah sebagai alat untuk pemboran tanah, ring sampel untuk mengukur bulk density tanah, indikator universal sebagai alat pengukur pH tanah, meteran sebagai pengukur jarak titik pengambilan sampel tanah, paddy soil test kit (perangkat uji tanah sawah) sebagai penguji kadar/kategori hara N, P, K dalam tanah seperti tabung reaksi untuk wadah sampel yang akan diuji, sendok stainless untuk mengambil bahan, pengaduk dari kaca untuk mengaduk sampel, rak tabung reaksi untuk wadah tabung, kertas tissue sebagai pengering, Syringe 2 ml, sikat pembersih untuk membersihkan tabung reaksi, tabung reaksi sebagai wadah sampel, pisau untuk mengambil contoh tanah, stopwatch untuk melihat waktu, alat-alat tulis untuk menulis.

Metode Percobaan
            Adapun metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode pengeboran dan pengukuran status hara N, P, K dengan Test Kit.

Pelaksanaan Percobaan
Pengeboran
            Sebelum contoh tanah diambil perlu diperhatikan keseragaman areal dan intensitas pengelolaan lahan yang dimintakan rekomendasinya, misalnya keadaan kemiringan lahan, tekstur dan warna tanah, drainase dan kondisi tanaman. Contoh tanah diambil pada kedua lahan sawah yaitu lahan sawah irigasi dan pasang surut masing-masing mewakili 2 contoh tanah. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm dari permukaan tanah. Alat yang digunakan dalam pengambilan contoh tanah adalah bor tanah, kemudian dimasukkan ke dalam ember semua contoh tanah tersebut.
Pengukuran Status Hara N, P, K dengan Test kit
1)      Penetapan status N tanah
-          Contoh tanah uji sebanyak ½  sendok spatula contoh tanah uji atau 0,5 cm tanah yang diambil dengan syringe (spet) dimasukkan dalam tabung reaksi atau jumlah tanah sebanyak garis 0,5 ml yang tertera pada tabung reaksi
-          Tambahkan 2 ml pereaksi N-1, kemudian diaduk rata sampai homogen dengan pengaduk kaca
-          Tambahkan 2 ml pereaksi N-2, dikocok sampai rata
-          Tambahkan 3 tetes pereaksi N-3, dikocok sampai rata
-          Diamkan 10 menit
-          Bandingkan warna yang muncul pada larutan jernih dipermukaan tanah dengan bagan warna N-tanah dan baca status hara N- tanah
2)      Penetapan status P tanah
-          Contoh tanah uji sebanyak ½  sendok spatula contoh tanah uji atau 0,5 cm tanah yang diambil dengan syringe (spet) dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau jumlah tanah sebanyak garis 0,5 ml yang terteta pada tabung reaksi
-          Tambahkan 3 ml Pereaksi P-1, kemudian diaduk sampai merata dengan pengaduk kaca
-          Tambahkan 5- 10 butir atau seujung spatula pereaksi P-2, dikocok 1 menit
-          Diamkan selama 10 menit
-          Bandingkan warna biru yang muncul dari larutan jernih dipermukaan tanah dengan bagan warna P tanah
3)      Penetapan K tanah
-          Contoh tanah uji sebanyak ½ sendok spatula atau 0,5 cm yang diambil dengan syringe (spet) dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau jumlah tanah sebanyak garis 0,5 ml yang tertera pada tabung reaksi
-          Tambahkan 2 ml pereaksi K-1 , kemudian diaduk hingga merata dengan pengaduk kaca
-          Tambahkan 1 tetes Pereaksi K-2, lalu dikocok selama 1 menit
-          Tambahkan 1 tetes pereaksi K-3, lalu dikocok sampai rata
-          Diamkan selama 10 menit
-          Bandingkan warna kuning yang muncul pada larutan jernih di permukaan tanah dengan bagan warna K tanah

Parameter yang Diamati
1. Sifat Kimia Tanah
  • pH
  • Pyrit
  • Nitrogen
  • Fosfor
  • Kalium
  • DHL (Daya Hantar Listrik)
2. Sifat Fisika Tanah
·         Tekstur
·         Drainase
·         Bulk density
·         Sumber Air
3. Sifat Biologi Tanah
  • Cacing Tanah
  • Vegetasi
4.  Produksi




HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
No
Parameter yang diamati
Hasil
Kedalaman 0-30 cm
Kedalaman 30-60 cm
Sifat Kimia Tanah
1
pH
7
7
2
Pyrit
Tidak ada
Ada
3
Nitrogen
Rendah
Rendah
4
Fosfor
Sedang
Sedang
5
Kalium
Tinggi
Sedang
6
Daya Hantar Listrik
0.43 mmhos/cm
0.22 mmhos/cm
Sifat Fisika Tanah
7
Tekstur Tanah
Liat berpasir
Liat
8
Drainase
Buruk
Buruk
9
Bulk Density
0.75 g/cc
0.83 g/cc
10
Sumber Air
Air hujan
Air hujan
Sifat Biologi Tanah
11
Cacing Tanah
Ada
Ada
12
Vegetasi
Padi (Oryza sativa)
Padi (Oryza sativa)
Faktor Lain
13
Produksi
4    ton/ha























 Tabel 1. Data Hasil Parameter yang diamati pada Lahan Sawah Pasang Surut Pada Kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm


No
Parameter yang diamati
Hasil
Kedalaman 0-30 cm
Kedalaman 30-60 cm
Sifat Kimia Tanah
1
pH
7
6
2
Pyrit
Tidak ada
Tidak ada
3
Nitrogen
Rendah
Rendah
4
Fosfor
Sedang
Sedang
5
Kalium
Sedang
Tinggi
6
Daya Hantar Listrik
0.51 mmhos/cm
0.25 mmhos/cm
Sifat Fisika Tanah
7
Tekstur Tanah
Liat berpasir
Liat
8
Drainase
Buruk
Buruk
9
Bulk Density
0.81 g/cc
0.86 g/cc
12
Sumber Air
Air sungai (irigasi)
Air sungai (irigasi)
Sifat Biologi Tanah
10
Cacing Tanah
Tidak Ada
Tidak Ada
11
Vegetasi
Padi (Oryza sativa)
Padi (Oryza sativa)
Faktor Lain
13
Produksi
6.25    ton/ha























Tabel 2. Data Hasil Parameter yang diamati pada Lahan Sawah Irigasi Pada Kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm


Pembahasan
           
Dari hasil analisis di lapangan pada daerah irigasi memiliki pH 7 (0-30 cm) dan 6 (30-60 cm). Ini menunjukkan bahwa daerah irigasi memiliki pH yang agak netral. Hal ini disebabkan karena pada daerah irigasi terjadi penggenangan. Pada daerah pasang surut memiliki pH 6-7 juga ( netral). Hal ini disebabkan pada daerah ini sering terjadi hujan dan kondisi saluran drainase pada lahan pasang surut yaitu buruk sehingga terjadi penggenangan juga pada lahan pasang surut ini sehingga pH dalam keadaan netral. Hal ini sesuai dengan literature Damanik, dkk (2011) yang menyatakan bahwa penggenangan dapat menetralkan tanah dimana tanah masam akan dinaikkan pHnya dan tanah basa akan diturunkan pHnya.
Pada pengamatan sampel tanah yang diambil di lapangan didapat bahwa tanah sawah di Desa Pematang Lalang Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada lahan sawah pasang surut dan pada lahan sawah irigasi mempunyai tekstur tanah yang pada kedalaman 0-30 cm yaitu liat berpasir dan pada kedalaman 30-60 cm yaitu liat. Hal ini disebabkan karena terjadinya penggenangan pada lahan sawah pasang surut dan lahan sawah irigasi sehingga hanya tekstur liat yang berada di kedua lahan sawah ini yaitu pada kedalaman 30-60. Sedangkan pada kedalaman 0-30 cm yaitu tekstur liat berpasir yang ada, ini disebabkan adanya pengaruh air laut disekitar daerah tersebut dimana kita ketahui daerah tersebut dekat dengan daerah laut, sehingga ada campuran pasir pada liatnya.
Dari hasil pengamatan pada lahan irigasi di Desa Pematang Lalang Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang cocok untuk ditanami tanaman padi sawah. Hal ini dikarenakan hasil yang diperoleh terhadap beberapa parameter yang diamati. Misalnya, pada lahan tersebut memiliki pH 6 (netral), kadar hara kalium yang sedang-tinggi, dan nilai DHL yang rendah yakni 0.51 mmhos/cm dan 0.25 mmhos/cm (Tabel 2). Kadar kalium yang tinggi barang kali diperoleh dari hasil perombakan sisa jerami padi yang menyediakan sumber hara kalium bagi tanah. Sedangkan nilai DHL yang rendah dikarenakan pada lahan tersebut tidak mendapat pengaruh dari instrupsi pasang surut air laut.
            Dari hasil pengamatan pada lahan pasang surut di Desa Pematang Lalang Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang kurang cocok untuk ditanami tanaman padi sawah. Hal ini dikarenakan hasil yang diperoleh terhadap beberapa parameter yang diamati. Misalnya, pada lahan tersebut memiliki lapisan pirit pada kedalaman 30-60 cm yang apabila teroksidasi dapat mengasamkan tanah, kadar hara nitrogen yang rendah dan fosfor yang sedang, serta drainase buruk (Tabel 1). Namun begitu hal-hal tersebut dapat diatasi, seperti defisiensi hara yang dapat diatasi dengan cara pemupukan. Hal ini sesuai dengan literatur BPPP (1997a) yang menyatakan bahwa sifat lahan pasang surut yang rapuh seperti pH dan kesuburan tanah yang rendah, adanya lapisan pirit, genangan air yang berlebihan dan peresapan air garam perlu dipertimbangkan.
            Dari hasil pengamatan nilai DHL pada lahan sawah irigasi lebih rendah dari pada lahan sawah pasang surut. Hal ini dikarenakan pada lahan sawah pasang surut dipengaruhi oleh instrupsi air laut. Yakni pada lahan sawah irigasi nilai DHL nya 0,22 mmhos/cm (30-60 cm) lebih rendah dari pada lahan sawah pasang surut yang nilai DHL nya 0,25 mmhos/cm (30-60 cm). Hal ini sesuai dengan literatur Hasibuan (2008) yang menyatakan bahwa lahan rawa pasang surut adalah suatu wilayah rawa yang dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut yang secara berkala mengalami luapan air pasang. Jadi lahan rawa pasang surut dapat dikatakan sebagai lahan yang memperoleh pengaruh pasang surut air laut atau sungai-sungai sekitarnya.
            Hasil analisis menunjukkan bahwa sampel tanah sawah pasang surut yang diambil pada kedalaman 30-60 cm terdapat lapisan pirit. Hal ini berati tanah tersebut sudah terakumulasi dari garam-garam (intruisi) garam laut dan tanah teroksidasi dengan oksigen. Adanya lapisan pirit akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang menurun karena menyebabkan terbentuknya Fe dan H2S yang meracuni tanaman. Pirit adalah zat yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi air laut yang masuk pada musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau tergenang pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, bila terkena udara (teroksidasi), pirit berubah menjadi zat besi dari zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman.
Dari hasil pengamatan diketahui kualitas tanah pada lahan irigasi lebih baik dari pada lahan pasang surut untuk ditanami tanaman padi sawah. Hal ini dapat dilihat dari produksinya. Pada lahan irigasi produksi dapat mencapai  6.25 ton/ha sedangkan pada lahan pasang surut hanya mencapai 4 ton/ha.









KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  1. Dari hasil pengamatan praktek lapangan di Desa Pematang Lalang Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang diketahui kualitas tanah pada lahan irigasi lebih baik dari pada lahan pasang surut.
  2. Produksi beras pada lahan irigasi lebih besar dari pada lahan pasang surut.
  3. Pada lahan pasang surut mempunyai lapisan pirit pada kedalaman 30-60 cm yang apabila teroksidasi dapat mengasamkan tanah.
  4. Pada lahan irigasi dan lahan pasang surut memiliki kriteria nilai DHL yang rendah.
Saran
            Agar praktikan lebih teliti lagi pada saat menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat.


 
DAFTAR PUSTAKA

Anastaciaintan, 2009. Sifat Tanah Statis dan Dinamis Sebagai Penentu Kualitas Tanah. http://SifatTanahStatisDinamisSebagaiPenentuKualitasTanah.html. Diakses pada tanggal 17 Januari 2012

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1997a. Budidaya Padi Sawah di Lahan Pasang Surut, ISDP

----------------------------------------------------------, 1997b. Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut, ISDP

Hakim, N., Nyakpa., A. M. Diha., M. R. Soul., H. H. Bailey., dan G. B. Hong. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung. 

Hasibuan, B. E. 2008. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan Marginal. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Infotek, 2008. Pola Tanam Berantai Lahan Sawah Irigasi Mendukung Prima Tani Sumatera Selatan.

Noor, M. 2004. Lahan Rawa. Rajawali Press, Jakarta.

Notohadiprawiro, T. 2000. Tanah dan Lingkungan. Pusat Studi Sumber Daya Lahan. UGM, Yogyakarta.
Rosmarkam, A. dan Nasih, W. Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Subagyono, K., A. Dariah., E. Surmaini dan U. Kurnia. 2001. Lahan Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Diusulkan dalam satu bab Pengelolaan Air pada Tanah Sawah.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Penerbit Gava Media. Yogyakarta